MANGSA-MANGSA (1979)

2 Comments

MANGSA-MANGSA

sebuah paduan suara

 

no  no  no  hno   hno   hno   hno   hno  huk    la

tikus-tikus raksasa merobek perutku perutmu

giginya dalam bersarang mengoyak usus lidahnya

menghisap darah dalam lambung hitam

tikus tanah tikus laut tikus pulau tikus benua tikus

kuning tikus coklat tikus putih beranak-pinak

rusuk remuk tulang berdentang sumsum meleleh sampai

ke dalam mimpi ke dalam pingsan dan kuburan

 

o !  no  no  no  no  no  no

nono no nono no nono no nono o

 

mulut bangkai

mata hantu

lidah batu

siapa tahan ?

 

takutakutakutak o

takutakutakutak o

takutakutakutak o      takutak tak boom ou           nono ya

nono ya

nono ya

no ya no ya no ya no no no no no,  no, ou !

 

tikus raksasa tambang belerang

gunung berapi di kota-kota

tanah laut benua kuning coklat putih pulau hitam

lidah hijau tikus raksasa merobek tubuhmu kekasihku

lambungku lambungmu dikosongkannya

kita hanyut bersama lumpur

dan sampah mengalir malam

menuju laut  tempat berkubur

 

 

1979

DARI PISAU MANA? (2010)

Leave a comment

DARI PISAU MANA?

 

 

Kita pepohonan berpelukan, berpenyakit penuh kotoran

 

Sesekali aku sempat bermimpi jadi orang suci

 

Ya, Tuhan. Apakah kau juga kesepian?

 

Manakah lebih indah, cinta atau puisi?

 

Memudar dalam khayalan atau bisa abadi

 

Mungkinkah terjadi kealpaan ikhwal?

Tak pernah bisa mengelak perangkap

 

Antara alur kisah dan tipu daya

 

Mungkinkah ada isyarat? Tapi luka tiba

Sebelum terbaca dari pisau mana datangnya tikam

 

05.03.10

SELALU ADA SAJIAN (2010)

Leave a comment

SELALU ADA SAJIAN

 

Selalu ada sajian buat mata. Siaran bencana di televisi, tipu daya murahan iklan kosmetik,  tauran remaja, pertikaian penganut agama. Dunia masa kini suka berjingkrak, warga  cepat mengamuk. Ada yang dipenjarakan karena mengeluh, terjun dari apartemen sebab diancam mafia.

 

Selalu ada sajian buat telinga. Benang kusut retorika kebohongan menenggelamkan lagu puja-puji, dendang nenek moyang, kumandng ayat-ayat suci dari rumah-rumah ibadah. Selalu ada sajian buat didengar,

Buat yang mau mendengar, atau buat yang semata berlagak tuli.

 

Buat hati yang  berpaling selalu ada sajian. Para pengemis di sudut-sudut kota,, kanak-kanak menginjak remaja dengan kaki telanjang, mengintip ke balik kaca hitam mobil Mercedez atau Jaguar. Seorang guru mati ditabrak lari, penganggur membakar diri bersama anak isteri.

 

Seseorang menepuk dada, wajahnya menyimpan dosa, sudah lupa tersenyum

 

Ada kambing hitam mati di atas meja. Dengan darahnya kisah pun ditulis

Alur cerita terputus-putus. Dusta ditutupi dusta baru. Fasihnya tipu-daya

 

Seorang veteran mengenang sepotong kakinya yang hilang di pinggir kali

waktu revolusi. Dihatinya lagu Indonesia Raya tiga stanza. Di halte bis kota ia terbaring menjemput kenangan: untuk apa kakiku hilang?

 

Angin puting beliung berputar-putar mengibaskan debu buat pejalan kaki

Selalu ada sajian untuk orang-orang biasa seperti kita. Selalu ada lagu karena harus berlupa. Cinta dan cita-cita kehilangan ufuknya yang jauh

Di sungai dangkal tempat berenang, luka begitu dekat, dunia hanya dekat

Sejuta anak muda menulis surat cinta pada Indonesia di dunia maya

Setiap hari, malam dan siang mereka ciptakan gelombang pembebasan

Sederap langkah lagi, sebuah balada baru akan selesai buat dinyanyikan

 

 

12.02.10

TOTAL KORBAN TEWAS DALAM 13 HARI 596 ORANG (2009)

Leave a comment

TOTAL KORBAN TEWAS DALAM 13 HARI

596 ORANG

Judul sajak ini adalah jiplakan judul berita

headline pada sebuah koran Ibukota

 

Mengapa kami mati

dengan cara begini?

Kami tahu

Suara kami mengambang

Di luar istana

Melayang

Di langit dingin

Terlalu dingin

Tak ada lagi gula

Di kampung buat kami

Adanya di Jakarta

Yang kilau kemilau

Kami semut

Bertanya tentang nasib

Setelah mati

 

Jkt, 27.09.09

SKETSA IV (1975)

1 Comment

SKETSA  IV

 

daun menuliskan nama entah siapa-siapa dengan angin

daun mencatatkan tentang entah siapa-siapa dengan angin

daun melagukan tentang entah siapa-siapa dengan angin

entah siapa-siapa bergantungan di daun-daun di mana saja

entah siapa-siapa mengalun diterbangkan angin ke mana-mana

bertaburan melapisi kefanaan senantiasa melapisi kefanaan

 

1975

SKETSA III (1975)

Leave a comment

SKETSA  III

(hari pahlawan)

 

seribu bayang-bayang dikirimkan sinar bulan

lewat ranting-ranting kering dan dahan mati

direkam tembok-tembok muram, melukiskan

jari-jari yang putus, tengkorak dan tulang-belulang

mereka mohon maaf pada dunia sebab tak dapat

melakukan sesuatu dalam perang yang berlangsung

 

1975

SKETSA II

Leave a comment

SKETSA  II

(interogasi)

 

ketika darahnya ditukar dengan air terkadang dengan es

dan isi tulang-tulangnya diganti dengan angin jantungnya

serasa hendak meloncat ke luar tapi urat-urat lehernya tak

memberinya jalan juga buat paru-parunya yang jadi liar

 

mungkinkah dia seekor kelinci yang lagi kesasar

sampai di sebuah kamar terperangkap atau terbaring tanpa

kesempatan untuk berdiam diri atau mendoa semaunya

ketika sebuah operasi sedang berlangsung

 

 

1975

SKETSA I (1975)

Leave a comment

SKETSA I

 

ada ular menjalar ke atas kertasku

ingin mencatatkan desis dengan lidahnya yang berbisa

tapi ia tak mempunyai kata-kata

diusapkannya lendir dan ke seluruh ruang ditaburkannya

bau anyir hingga aku tak dapat lagi dengan jelas

mencatatkan mimpi-mimpiku menjelang datangnya senjakala

meskipun padanya sesekali kuberikan juga butir-butir telur

dari persahabatanku dengan burung-burung

 

 

1975

PINTU GERBANG (1981)

Leave a comment

PINTU GERBANG

 

Sewaktu-waktu mungkin engkau juga berada

di Pintu Gerbang itu

Seperti aku dulu, tak kenal waktu menunggu

sepanjang musim kemarau yang garang

hingga dengan sangat sunyi menyaksikan:

Cinta tak pernah lagi lewat di situ

 

Pada kedua tiangnya ada bekas tanganku

Di tanah, tempat lumut mati

ada bekas telapak kakiku

tanda aku pun tegak lama di sana

nyaris seperti Prometheus disiksa Zeus

dirantai negerinya sendiri

 

1981

BUNGA (1979)

Leave a comment

Leon Agusta

BUNGA

paduan suara

 

bunga-bunga yang tumbuh

di tumpukan tulang-tulang

mulai mekar

aroma tersebar

mengintai pengkhianat

 

bunga-bunga yang tumbuh

di tumpukan tulang-tulang

mulai mekar

aroma tersebar

mengundang prahara

 

bunga-bunga yang tumbuh

di tumpukan tulang-tulang

mulai mekar

aroma tersebar

menyiapkan medan laga

 

bila bunga-bunga yang tumbuh

di tumpukan tulang-tulang

sudah bermekaran

aroma terbang bertebaran

dari manakah datangnya kebangkitan

mengakhiri pemusnahan

 

 

1979

Older Entries